Senin, 07 November 2011
Sumpah! Bukan Pemuda Indonesia
“Pemuda harus menjadi pelaku aktif dan kritis, guna mewujudkan Indonesia menjadi negara maju dan disegani negara lain. Pemuda musti mempersiapkan diri dengan memperbanyak ilmu pengetahuan, memperkuat mental, fisik, serta menciptakan karakter kepribadian yang kuat, agar dapat menjaga persatuan, kesatuan, dan martabat bangsa.”
Ketegasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memperingati hari Sumpah Pemuda di atas, menggambarkan tantangan masa depan para pemuda Indonesia di masa mendatang. Sebuah tantangan yang semestinya mendapat tanggapan positif dari seluruh pemuda di Indonesia. Sebagai harapan masa depan, semestinya pemuda-pemuda Indonesia mampu mengimplementasikan nilai-nilai juang para pelaku sejarah. Bukan sebaliknya, mencoreng nama baik dan eksistensi juang para pemuda masa lalu. Yaitu dengan tindakan-tindakan amoral ataupun perbuatan-perbuatan no sense rutin mereka.
Padahal, wajah Indonesia masa depan sebagian tergambar pada potret para mahasiswa masa kini. Eksistensi, kemampuan, kiprah dan peran pemuda sangat menentukan masa depan bangsa. Di masa lalu, eksistensi Indonesia sangatlah ditentukan oleh kepiawaian dan kekuatan para pemuda dalam menopang beban bangsa ini. Sungguh sebuah posisi strategis bagi para pemuda dalam arus sejarah bangsa. Namun, apakah potret pemuda masa kini telah mencerminkan sosok pelaku sejarah Indonesia masa silam?
Lihat, tindakan amoral para siswa SMAN 6 terhadap seorang wartawan Harian Kontan, di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Senin (19/9/2011). Sebuah tindakan amoral yang bermula dari aksi protes para wartawan, terkait kasus perampasan kamera video dan pemukulan salah satu wartawan Trans 7, Angga Oktaviardi, pada Jumat 16 September 2011. Tepatnya, ketika dirinya sedang merekam aksi tawuran antara dua sekolah menengah atas di kawasan Blok M, Jakarta, yang berlanjut dengan kekerasan selanjutnya pada Senin, 19 September 2011, di SMUN 6 Jakarta.
Jelas, pemandangan seperti itu tidak mencitrakan sosok pemuda Indonesia yang sebenarnya. Berbeda dengan sosok pemuda masa lalu yang menjadi penopang kelanjutan eksistensi bangsanya. Pemuda yang berani mengubur sifat hedonisnya demi memperjuangkan nama baik bangsa. Pemuda skeptis yang sadar akan peran dan fungsi dirinya terhadap bangsa.
Apalagi potret sebagian kalangan mahasiswa sekarang, yang seakan mengalami stagnisasi nasionalisme. Bayangkan, di saat hak-hak rakyat Indonesia belum sepenuhnya diperoleh, sikap hedonis para elite negara, atau bahkan sikap survive pemerintah dalam menghadapi permasalahan-permasalahan bangsa, sebagian mahasiswa seakan hanya bisa diam.
Setengah dari para mahasiswa Indonesia, lebih memilih diam, merasa tega melihat kondisi rakyat yang menderita. Setiap harinya, mereka disibukkan oleh rutinitas kampus. Mulai dari membuat makalah, berdiskusi di kelas, kemudian kembali ke tempat asalnya, kos. Atau bahkan, area hotspot yang ditunjang dengan berbagai fasilitas memadai, membuat para mahasiswa tergiur untuk “nongkrong” bersama teman-temannya, melupakan essensi perkuliahannya.
Ironisnya, ternyata aktivitas kuliah mereka hanya berlandaskan keinginan agar terbebas dari tanggung jawab saja, tanpa mengeksplor manfaat yang telah diperoleh. Berbagai tugaspun hanya dijadikan kewajiban dan beban semata. Jika demikia, lalu kontribusi apakah yang dapat mereka sumbangkan untuk bangsa ini, sedangkan rakyat Indonesia masih menaruh harapan besar kepada para mahasiswa itu?
Jadilah Sosok Historis!
Sejarah memang penting. Dengan mengetahui sejarah eksistensi para pemuda dalam memperjuangkan bangsa Indonesia, kita pun akan tersetrum api semangat mereka. Fakta sejarah menetapkan, tanggal 28 Oktober 1928 adalah tanggal yang dijadikan Hari Sumpah Pemuda. Sebuah sumpah yang menjadi bukti otentik, bahwa telah lahir di dunia ini suatu bangsa bernama Indonesia.
Keberanian mereka terlihat saat beberapa pemuda dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul untuk menyatakan bahwa mulai hari itu, hanya ada Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa yaitu Indonesia. Peristiwa itu bertempat di jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat, sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Jelas, melakukan sumpah seperti itu di masa ketika polisi kolonial masih sangat kuat, membutuhkan keberanian luar biasa. Apalagi sebelum pembacaan teks Sumpah Pemuda, sebuah lagu “Indonesia Raya” diperdengarkan terlebih dahulu. Sungguh merupakan perbuatan yang sangat berani dalam upaya memperjuangan Tanah Air Indonesia.
Maka, patut kiranya jika setiap tanggal 28 Oktober, kita selalu memperingatinya sebagai hari Sumpah Pemuda. Memperingati hari Sumpah Pemuda adalah sesuatu yang seharusnya dan menjadi bagian dari rasa hormat kepada para pendahulu. Sumpah Pemuda juga merupakan sebuah manifestasi dari gagasan-gagasan para pelaku sejarah.
Ingatlah, sewaktu Soekarno mengatakan “bangsa yang besar adalah yang menghargai jasa para pahlawan.” Kalimat itu terucap bukanlah untuk mengkultuskan dirinya sebagai pahlawan, akan tetapi ia sedang menegaskan, bahwa bangsa yang beradab haruslah mengenali sejarahnya sendiri. Karena itu, Soekarnopun mengatakan, JAS MERAH (jangan lupakan sejarah).
Karena itu, meneladani keberanian para pelaku sejarah sangatlah penting. Sebab, percuma jika para pemuda masa kini hanya terjebak dalam kebanggaannya akan peran dan fungsi pemuda di masa silam, tanpa berbuat suatu apapun. Keberhasilan para pemuda di masa silam, hendaknya dapat dilanjutkan oleh para pemuda masa kini. Karena, melanjutkan sejarah dengan pahatan-pahatan sejarah baru rasanya lebih penting, dibandingkan hanya termenung mengagumi keberanian para pelaku sejarah itu.
Harapan Presiden SBY di awal, haruslah menjadi cambuk bagi para pemuda saat ini. Mampukah mereka menjadi aktor perputaran kemajuan bangsa, melanjutkan etape-etape perjalanan bangsa yang telah dirilis para pendahulu? Sadarkah mereka akan peran dan fungsinya sebagai sosok the agent of change? Dan beranikah mereka melanjutkan tumpahan keringat, darah dan air mata para pelaku sejarah di masa silam? Berbagai pertanyaan yang hanya mampu dibuktikan oleh generasi sekarang.
Lantas, sekarang, bagaimana caranya agar para pemuda saat ini dapat menjadi sosok historis? Tentu dengan terus meng-uppgrade diri secara cukup agar mampu tampil sebagai sosok pemuda Indonesia ideal.
Pertama, menjadi generasi yang berdikari. Bangsa ini merindukan sosok berdikari yang mampu bertahan dengan kemampuan dirinya dalam menghadapi berbagai rintangan. Dengan kemampuan para pemuda dalam mengejar perannya, yang dilandasi dengan prestasi dan kerja nyata, tentu perubahanpun akan cepat dirasakan bangsa ini. Bukan malah sebaliknya, berharap kepada belas kasih orang tua ataupun senior. Untuk itu memiliki kemampuan bertanding sangatlah diharapkan, hingga dirinya tidak lagi bersandar kepada atasannya.
Kedua, mempunyai komitmen yang kuat kepada bangsa. Sikap sosialis sangat diharapkan dalam hal ini. Sebab, bangsa ini tidak membutuhkan sosok yang hedonis, namun selalu memikirkan dan memerankan tanggung jawabnya sebagai putra-putri bangsa yang pemberani dan setia. Jangan terlalu sering menafikan tindakan presiden, namun ikutlah serta memberikan solusi-solusi yang konstruktif.
Ketiga, sadarilah kemajemukan masyarakat Indonesia. Pemuda Indonesia adalah sosok yang tidak akan bisa diombang-ambingkan oleh kemajemukan masyarakatnya, namun mampu menjadi tali kesadaran yang mengikat keindonesiaan rakyat ini. Pluralisme masyarakat Indonesia sudah menjadi kharasteristik khasnya. Maka dengan kenyataan seperti itu, para pemuda seharusnya mampu menjadi sosok fleksibel yang tidak menjunjung suatu ras tertentu.
Keempat, menjadi sosok pemberani. Saat kebenaran berpihak pada kita, maka janganlah sedikitpun kita takut untuk memperjuangkannya. Para pemuda semestinya berani untuk mengatakan apa yang benar itu benar, dan yang salah itu salah. Jangan termakan oleh politisasi partai politik maupun elite. Pemuda harus berada di garda depan, memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan ‘malah’ mencari keuntungan personal, demi mendongkrak popularitas.
Kelima, berakhlak mahmudah. Pendidikan karakter di negeri ini sangatlah minim. Maka sosok bermoral sangatlah diharapkan oleh negeri ini. Sebab, selain pemuda harus mempunyai akhlak sosial dalam bentuk kepedulian terhadap sesama, pribadi merekapun haruslah berakhlak terpuji. Maka dalam hal ini, implementasi daripada nilai-nilai agama sangatlah berperan. Saat pemuda mampu mengimplementasikan nilai-nilai agamanya, maka dimungkinkan ia pun akan menjadi sosok ideal yang diidamkan bangsa ini.
Terakhir, para pemuda masa kini semestinya mampu mengaplikasikan lima hal di atas, sehingga merekapun akan menjadi sosok historis yang sanggup memutar kencang kemajuan roda kepemerintahan menuju Indonesia yang semakin aman, adil, demokratis dan damai.
source : rajatulis@gmail.com (Shodiq Adi Winarko )
Label:
Artikel
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar